Pendahuluan
Kota Roma didirikan pada tahun 753 sM, merupakan tempat bertemunya dan
bercampurnya bangsa-bangsa. Tentang masuknya kekristenan di Roma diterangkan
dalam Perjanjian Baru. Keterkaitan Paulus dengan Roma diketahui pertama kali
dari perjumpaannya dengan Akwila dan istrinya Priskilia di Korintus (Kis.18:2).
Suami istri itu meninggalkan Roma karena Kaisar
Klaudius mengisir orang Yahudi dari sana. Namun tidak jelas apakah
Akwila dan Priskilia sudah menjadi Kristen atau tidak. Setelah bertemu dengan
pasangan suami istri tersebut Paulus memutuskan harus melihat Roma (Kis.19:21).
Selang beberapa waktu kemudian, saat menulis surat Roma, ia ingin mengunjungi
temannya di situ dalam perjalanannya ke Spanyol (Roma 15:24).
Pada masa itu Roma adalah kota yang sangat penting. Keinginan Paulus
yang kuat untuk datang ke Roma, menjadi alasan juga mengapa kota Roma dianggap
penting. Keinginan Paulus datang ke Roma adalah untuk memberitakan Injil.
Dengan menyebarnya Injil di Roma yang nota benenya adalah tempat tinggal dan
bertemunya banyak suku bangsa, tentunya akan memiliki nilai penyebaran yang
baik bagi kekristenan.
Dengan melihat Surat Roma besar kemungkinan bahwa jemaat Kristen disana
terdiri dari Yahudi dan non Yahudi, dimana keberadaan kelompok Yahudi adalah
minoritas pada kota itu. Karena dalam surat Roma ini, kelihatannya Paulus
terkadang berbicara khusus kepada kelompok Yahudi, seperti sebutan “Abraham”
“bapa kita” (4:1) dan dalam hal lain ia berbicara kepada yang non Yahudi (1:5
dsb; 11:13; 28:31).
Sama halnya dengan kekristenan di Indonesia demikian juga posisi Yahudi
dalam jemaat Roma yang minoritas. Paulus mengangap penting menyapa jemaat Roma
dengan keadaan yang demikian, agar jemaat Roma dapat bertahan dalam
keharmonisan, walaupun dengan berbagai suku dan bangsa (Yahudi dan non Yahudi)
serta keragaman kuantitas. Jemaat dengan keragaman itu, bukanlah menjadi jemaat
tanpa pengharapan, justru dengan keadaan itu, jemaat perlu berpegang teguh pada
sumber pengharapannya, yakni Tuhan Yesus Kristus.
Keterangan Nats
Berpegang Teguh Pada
Pengharapan (4)

Pada ayat 4 dinyatakan “Sebab
segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi
kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan
penghiburan dari Kitab Suci”. Alkitab berisi pelajaran bagi orang Kristen,
pelajaran itu diberikan supaya orang percaya teguh berpegang pada pengharapan
oleh ketekunan dan penghiburan. Pengharapan harus dipegang, jangan sampai
lepas, oleh karenanya setiap orang yang berpengharapan adalah orang yang memiliki
ketekunan. Sebab dengan melihat serta memaknai kehidupan ini, tentunya
terkadang seolah-olah tidak ada pengharapan. Untuk menghadapi masa paling sulit
sekalipun, bukan berarti tidak ada jalan keluar, asalkan tetap bertekun
memegang erat pengharapan.
Dalam Kerukunan Memuliakan
Allah (5-6)
Rasul Paulus juga mengharapkan dan menghimbau agar jemaat di Roma hidup
dalam kerukunan. Kepelbagaian suku bangsa dalam persekutuan, tidaklah menjadi
penghalang adanya kesatuan untuk memuji dan memuliakan Allah serta berbuat
kasih. Keragaman suku bangsa dalam satu jemaat adalah kekayaan yang patut di
syukuri. Dengan keragaman dalam satu jemaat, tentunya akan memberikan nilai
tambah pada jemaat itu sendiri untuk melaksanakan kehendak Allah.
Perbedaan atau keragaman adalah karya ciptaan Allah, keragaman itu juga
menunjukkan bahwa Allah memiliki daya cipta yang luar biasa. Keragaman dapat juga
dinyatakan sebagai bentuk dari kebesaran dan kemahakuasaan Allah, oleh sebab
itu segala perbedaan bukan menjadi tembok penghalang untuk memuliakan Allah
dalam kebesaran dan kemahakuasaanNya. Justru dengan keragaman itulah seharusnya
manusia semakin sadar dan bersyukur bahwa Allah patut untuk di sembah, sebab
Dia mahakuasa.
Kesatuan Allah adalah Ajakan
Bagi Bangsa-Bangsa Memuji Tuhan
Banyak perbedaan yang pasti akan dijumpai dalam satu jemaat, seperti
yang terjadi dalam jemaat Roma, ada Yahudi ada non Yahudi. Bukan hanya
perbedaan suku dan bangsa, namun dalam satu jemaat biasa dan bisa saja hanya
ada satu suku dan bangsa, seperti kebanyakan gereja yang ada di Indonesia. Namun
hal itu tidak menjamin adanya keselarasan pemahaman dalam jemaat itu. Kenyataannya
masih ada kita dengar gereja yang memisahkan diri dari sinodenya lalu membuka
gereja yang baru dan membuka sinodenya yang baru juga. Ada juga jemaat yang
harus menerima siasat gereja, namun tidak bisa menerimanya, akhirnya pergi ke
sekte yang lain dan diterima. Hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari
perbedaan pemahaman dan kehidupan bergereja yang dapat kita temui saat ini.
Dalam ayat 7 pada perikop ini rasul Paulus mengatakan “terimalah yang satu dengan yang lain,
seperti Kristus juga telah menerima kita”. Dalam nats ini kata kunci untuk
membentuk kesatuan itu adalah “saling menerima”. Sikap saling menerima
perbedaan tentunya perlu untuk dipahami dengan sebaik-baiknya. Apakah gereja
dituntut untuk menerima kesesatan? Tentunya tidak sesederhana itu yang
dimaksudkan oleh Paulus. Saling menerima dalam nats ini ialah didalam Kristus.
Tuhan Yesus Kristus menerima kita dengan kepelbagaian dosa dan kehidupan serta
cara pandang kita, namun perlu dipahami Tuhan Yesus tidak pernah menerima Iblis
untuk diselamatkan. Tuhan Yesus Kristus menerima kita dengan kasihNya dan
tentunya kita juga akan menerima yang satu dengan yang lain dengan kasih Tuhan
Yesus Kristus. Didalam Tuhan Yesus Kristus akan menerima pembenaran dan kasih. Setiap
yang diterima oleh Tuhan Yesus sudah memperoleh pembenaran dan kasihNya. Oleh karenanya,
menerima satu dengan yang lain tidak terlepas dari pembenaran dan kasih Allah. Itulah
yang menyebabkan gereja dapat menerima orang-orang yang dianggap sangat
berdosa, namun harus diingat haruslah siap untuk masuk kedalam pembenaran dan
kasih Tuhan Yesus Kristus.
Demikian halnya dalam kepelbagaian dalam jemaat, harus bisa saling
menerima yang satu dengan yang lain, namun tetap berada dalam posisi pembenaran
dan kasih dari Tuhan Yesus Kristus. Dengan saling menerima didalam pembenaran
dan kasih Tuhan Yesus Kristus, maka akan terjadi saling menerima dan terjadilah
harmoni kedamaian. Dengan terciptanya kedamaian dalam satu jemaat, ini akan
memberikan efek yang baik dalam pekabaran Injil. Suku dan bangsa akan melihat
jemaat yang hidup dalam damai itu sebagai contoh yang baik untuk ditiru, dan
juga akan diikuti. Dengan demikian nama Allah akan dimuliakan oleh suku dan
bangsa.
Penutup
Sepanjang masih hidup dalam dunia yang fana ini tentunya akan menemui
berbagai ragam kehidupan didalamnya. Kehidupan silih berganti dengan kemakmuran
dan kemiskinan, kesukaan dan kesukaran, bahagia dan bersedih serta banyak hal
lainnya akan ditemui. Bagaimana pun kenyataan yang kita hadapi, bukanlah
menjadi akhir dari pengharapan kita. Sebab pengharapan orang percaya bukanlah
dunia ini, melainkan datang dan bersumber dari atas, yaitu Tuhan Yesus Kristus sebagaimana
yang disaksikan oleh Alkitab.
Kepelbagaian tidaklah menjadi penghalang pujian dan aksi kasih dalam
jemaat, namun menjadi kekuatan yang perlu dihimpun di dalam kasih Allah untuk
berbuat kehendak Allah.
Kita sudah diperdamaiakan oleh Allah dengan diriNya, oleh karya Tuhan
Yesus Kristus. Oleh karenanya mari berusaha saling menerima kepelbagaian didalam
kasih dan pembenaran Tuhan Yesus Kristus. Hidup saling menerima perbedeaan didalam
kasih dan pembenaran Tuhan Yesus Kristus akan akan menciptakan kedamaian didalam
kebenaran. Dengan kebersamaan dan kedamaian jemaat maka dunia akan ikut
memuliakan dan berpengharapan kepada Allah. Amin
Duri, 29 November 2016